Sabtu, 02 April 2011

“OPTIMALISASI DPRD DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT”

Oleh : Bob Rusdin Abdullah Rumba, ST

Pasal 19 ayat (2) UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan rakyat daerah. Ketentuan ini menunjukan adanya hubungan kesetaraan antara pemerintah daerah dan DPRD dlam implementasi pelaksanaan tugas dan fungsinya masing-amsing.

Kewenangan yang dimiliki oleh DPRD merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan secara maksimal, guna menjawab kebutuhan masyarakat. Funsi legislasi, anggaran dan pengawasan yang dimiliki akan dapat berjalan secara baik jika lemabaga DPRD mampu mengoptimalkan seluruh potensinya.

a. Optimalisasi fungsi legislasi

Fungsi legislasi merupakan perangkat peraturan daerah sebagai dasar hukum bagi pemerintah daerah dalam memaksimalkan kebijakan daerah. Kebijakan-kebijakan tersebut haruslah yang berpihak kepada masyarakat yang berkomitmen terutama dalam pembahasan, penyusunan, perumusan peraturan daerah. Dalam pembahasan PERDAnya, DPRD dapat memaksimalkan mekanisme internal pembahasan antara lain melalui pembahasan pada tingkat komisi-komisiatau panitia legislasi, rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan instansi teknis, pembahasan dalam rapat paripurna DPRD, pandangan umum fraksi-fraksi dan sampai pada pengambilan keputusan persetujuan atau penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah. Dalam perkembangan pembahasan Rancangan peraturan daerah, DPRD juga akan melakukan Studi Komparatif guna mengkaji substansi Rancangan peraturan daerah pada daerah alinnya yang memiliki karakteristik serupa dengan daerahnya. Mekanisme pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut merupakan bagian dari strategi DPRD untuk memaksimalkan fungsi dan peran yang dimilkinya dalam rangka mengahsilkan produk peraturan daerah yang berkualitas serta mampu menjawab kebutuhan setiap bidang pembangunan.

b. Optimalisasi fungsi anggaran.

Dalam kerangka system penyelenggaraan pemerintah daerah, pengelolaan keuangan daerah merupakan subsisitem pemerintahan daerah yang sangat menentukan kberhasilan pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik.

Proses pengelolaan keuangan daerah yang dimulai dari tahap perencanaan anggaran, pelaksanaan, penatausahaan, sampai pada pertanggungjawabannya harus dilaksanakan secara baik dan benar sesuai dengan ketetntuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengacu pada dokumen perencanaan yaitu Rencana Strategi Daerah (RENSTRADA) dan dokumen-dokumen perencanaan daerah lainnya serta indicator-indikator kinerja yang telah ditetapkan. Kaitannya dengan hal tersebut, DPRD sebagai lemabaga perwakilan rakyat senantiasa beruapaya untuk mengawal secara sunguh-sungguh seluruh proses yang dilakukan terkait dengan pengelolaan anggaran daerah.

Perencanaan anggaran daerah dilakukan setiapa tahunnya dalam bentuk APBD. APBD disusun untuk membiayai seluruh penyelenggaraan pemerintah daerah, pembangunan dan pelayanan public. Dimana keseluruhan program dan kegiatan yang direncanakan akan dibiayai lewat alokasi anggaran pada APBD. Alokasi anggaran yang tepat diharapkan dapat menjawab berbagai permasalahan actual yang dihadapi oleh daerah sehingga akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.

Dalam proses pembahasan APBD, DPRD perlu memaksimalakan setiap proses pembahasan guna mengakomodir aspirasi masyarakat yang diwakilinya dalam fungsi control pembahasan yang sangat ketat dan mendalam. Pembahasan APBD diawali dengan penyerahan kebijakan umum anggaran (KUA) oleh pemerintah daerah. Pembahasan KUA dilakukan melalui beberapa tahap anatara lain; pembahsan pada tingkta fraksi-fraksi, pembahasan intern panitia anggaran dewan yang menghasilkan Daftar Inventaris Masalah (DIM). Dan pembahasan antara Panitia anggaran dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Selanjutnya persetujuan DPRD terhadap Naskah KUA ditetapkan dalam Nota Kesepakatan dengan pemerintah daerah. Berdasarakan KUA yang telah ditetapakan, proses selanjutnya adalah pembahasan prioritas dan plaffon anggaran sementara (PPAS) oleh pemerintah daerah. Mekanisme pembahasan dilakukan seperti pembahasan KUA. Pada tahap ini, dewan akan melihat berbagai program dan kegiatan yang diajukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Serta dilakukan kajian terhadap setiap indicator kinerja (input, output, outcome, benefit,dan impact), serta urgensi dari program atau kegiatan tersebut bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Persetujuan dewan terhadap PPAS ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepakatan terhadap PPA antara dewan dengan pemerintah daerah. KUA dan PPA yang telah disepakati dijadikan acuan dalam penyusunan batang tubuh RAPBD dan selanjutnya diserahkan oleh pemerintah daerah ke DPRD. Proses pembahasan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang ada seperti pembahasan KUA dan PPA.

Setelah Rancangan APBD diserahkan oleh pemda kepada DPRD untuk dibahas dan mendapatkan persetujuan, dilakukan pendalaman pada fraksi-fraksi dan menghasilkan Daftar Inventaris Masalah (DIM). Selanjutnya hasil dari setiap fraksi kompilasi menjadi daftar inventaris DPRD yang akan digunakan sebagai acuan dalam pembahasan antara Panitia Anggaran DPRD dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Apabila dalam RAPBD yang diajukan terdapat hal-hal yang tidak rasionil dan tidak proposional, maka DPRD dapat memanggil, meminta klarifikasi dari pemerintah daerah melalui rapat kerja atau rapat dengar pendapat dengan panitia anggaran atau dengan komisi-komisi sesuai dengan pembidangan tugas.

Dengan adanya kewenangan DPRD untuk memberikan persetujuan terhadap RAPBD yang diajukan maka posisi DPRD sebenarnya sangat kuat dan menentukan sehingga kemungkinan untuk terjadinya pemborosan, penyimpangan pada anggaran APBD sangat kecil.

Setelah APBD ditetapkan, DPRD akan melakukan pengawasan untuk melihat sejauh mana pelaksanaan anggaran tersebut telah sesuai dengan apa yang ditetapkan. DPRD akan terus mengontrol agar tidak terjadi penyimpangan, manipulasi bahkan korupsi terhadap dana APBD. Jika terjadi penyimpangan maka DPRD dapat meminta keterangan dari pejabat pelaksana dan jika ditemukan bukti-bukti, maka DPRD dapat memberikan rekomendasi kepada pihak yang berwenang untuk melakukan penyidikan. Dalam kaitan dengan peranan DPRD dibidang anggaran, maka pada setiap tahun anggaran, DPRD dapat berupaya untuk meningkatkan alokasi anggaran yang diperuntukkan bagi program-program penting dan strategis antara lain untuk menjawab masalah pengentasan kemisikinan, mengurangi angka pengangguran, penciptaan lapangan kerja, dan sebagainya. Oleh karena itu, DPRD mendorong pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran yang memadai bagi pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat.

c. Optimalisai fungsi pengawasan

Instrumen atau metode pengawasan yang dilakukan oleh DPRD antara lain:

1). Rapat kerja; yaitu rapat yang dilakukan untuk mengarkan pendapat/tanggapan pejabat pemerintah daerah terkait dengan permasalahan yang ditemukan oleh DPRD

2). Rapat Dengar Pendapat; yaitu rapat yang dilakukan dengan instansi/badan/lembaga lain diluar pemerintah daerah dengan tujuan untuk mendengarkan tanggapan/masukan sehubungan dengan masalah yang dibahas.

3). Kunjungan Kerja; yaitu kunjungan yang dilakukan untuk melihat, mengamati dan mendalami secara langsung serta untuk memperoleh data-data/fakta terkait dengan masalah yang terjadi pada obyek yang dijadikan sasaran pengawasan.

4). Pembentukan Panitia Khusus (PANSUS); yaitu pemebentukan panitia khusus untuk masalah-masalah tertentu yang dianggap penting dan butuh perhatian ekstra. Maka DPRD dapat membentuk panitia khusus untuk membahas masalah tersebut. Pemebentukan panitia khusus ini dilakukan melalui rapat paripurna DPRD.

Aktualisasi fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPRD diimplementasikan dalam bentuk kebijakan pengawasan sebagai berikut:

1). Pengawasan terhadap pelaksanaan PERDA dan peraturan kepala daerah.

2). Pengawasan terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah. Pengawasan terhadap Rencana Pembanguan Jangka Pendek Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dengan membentuk panitia khusus dan menggunakan hak interpelasi ketika adanya penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

3). Pengawasan terhadap perjanjian kerjasama internasional daerah.

Jumat, 01 April 2011

REVITALISASI KONDISI MIKRO DAN MAKRO SEKTOR JALAN

Saat ini, seringkali berbagai media elektronik maupun media cetak memberitakan permasalahan transportasi kondisi riil jalur transportasi darat khususnya jalan raya, salah satunya jalur Pantura (pantai utara). Untuk menjawab permasalahan kerusakan jalan jalur pantura, pemerintah merencanakan pembangunan jalan tol di wilayah tersebut sepanjang 1000 km.

Dari data historis, semenjak tahun 2000 sektor jalan yang panjangnya (N+P+K) kira-kira 300.000 km. Secara keseluruhan program pembangunan, pemeliharaan dan rehabilitasi serta operasinya membutuhkan dana sekitar Rp.3,3 triliun termasuk pinjaman luar negeri. Untuk mendapatkan hasil jalan yang baik dan terpelihara, berdasarkan data IRMS (Interurban Road Management System) diperlukan dana kira-kira Rp.10 triliun pertahun.

Kira-kira sisa kebutuhan dana sebesar Rp 6,7 triliun, akan dibebankan kepada siapa?karena besarnya anggaran dana tersebut sangat memberatkan pemerintah dalam usaha menjawab perbaikan infrastuktur jalan di negeri ini. Pertanyaan mendasar! Sanggupkah pemerintah dengan keterbatasan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) menanggulangi krsisis infrastuktur?

Adapun rencana pemerintah yang hendak membangun jalan tol 1000 km dijalur pantura perlu dipertimbangkan lagi dengan merancang suatu langkah alternatif .

Jalan lintas antar propinsi merupakan salahsatu jalur utama dan strategis bagi pelayanan moda transportasi antar daerah. Oleh karena populasi kendaraan yang melintas yang sangat padat, juga mempengaruhi kondisi jalan. Karena kerusakan jalan tidak hanya disebabkan oelh faktor volume lalu-lintas kendaraan tapi yang paling mendasar adalah standarisasi komposisi perencanaan perkerasan jalan yang tidak maksimal, penyempitan lebar jalan hingga menimbulkan kemacetan. Dan keberadaan jembatan timbang lebih diaktifkan sesuai dengan fungsi dasarnya menjaga standar beban muatan kendaraan. Dimana Umumnya kendaraan yang melintas dijalan lintas propinsi sebagian besar angkutan umum dan barang dibandingkan kendaraan pribadi. Sangatlah disesalkan ditempat lembaga pengontrol jalan dan kendaraan tersebut maraknya praktek sogok menyogok, pungutan liar antar petugas dan sopir. Nah! Kondisi inilah yang mempercepat rusaknya jalan raya.

Di sisi lain penentuan perencanaan jalan raya perlu mempertimbangkan faktor geologis (iklim), tatguna lahan, lingkungan. Seperti alnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), karena pembangunan jalan sangat berpengaruh teradap stabilitas lingkungan sekitar. Diperlukan mekanisme perkiraan umur kinerja jalan raya akibat beban lalu-lintas tiap tahunnya, dengan menggunakan Trial and Error (percobaan dan kesalahan). Artinya standarisasi umur rencana dari jalan raya sangat dipengaruhi oleh segi efektifitas dan efisiensi praperencanaan maupun pelaksanaan dan pasca pelaksanaan maupun proses pelaksanaannya.

Sebelum mengambil langkah alternatif Kondisi mikro diatas harus lebih dulu dilakukan. Artinya reformasi awal yang bersifat makro seperti RUU Jalan berupa sektor jalan tol dan reformasi melalui Fee for services (biaya servis) dengan mekanisme Road Fond. tentunya didukung oleh law enforcement (ukum pelaksanaan) teradap aturan-aturan yang telah ada dan tingkat keterbukaan, kompetisi dan transparansi dalam setiap proses pelaksanaan pembangunan.

Apabila kondisi makro tersebut dapat terpenuhi, maka reformasi sektor jalan nantinya dapat menciptakan animo investor swasta untuk berinvestasi yang didukung dengan regulasi aturan main segi mekanisme pelaksanaan kontrak pemeliharaan, model kerjasama, antara pemerintah dengan pihak swasta yang lebih sehat dan saling menguntungkan. Langka-langkah ini akan menjadi indikator utama dalam pengembangan dan usaha perbaikan sektor jalan raya saat ini dan dimasa mendatang. Pilihan dan tanggung jawab kita bersamalah dalam memajukan pembangunan bangsa ini.

BADAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI-PROVINSI KEPULAUAN DAN ROH MARITIM INDONESIA

BADAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI-PROVINSI KEPULAUAN DAN ROH MARITIM INDONESIA

Oleh : Bob Rusdin Abdullah Rumba, ST

MEMBANGUN KEMARITIMAN INDONESIA

Laut nusantara bukan hanya merupakan tempat ikan dan terumbu karang yang indah dipandang mata, tetapi juga harus dipandang sebagai ruang kehidupan manusia Indonesia, yaitu manusia maritime.

Untuk menciptakan kekuatan maritim nasional yang tangguh , diperlukan berbagai upaya pembangunan, yaitu :

1. Membangun ekonomi maritim yang potensial, yakni transportasi dan perhubungan laut, pelabuhan dan industry perkapalan, perikanan tangkap dan budi daya, wisata bahari, energy dan sumber daya mineral dilaut.

2. Membangun sumber daya maritim yang memiliki wawasan dan nilai-nilai budaya bahari yang bersifat terbuka (cosmopolitan), egaliter (demokrasi), dinamis dan tak terbatas pada egoism territorial yang sempit, ditambah dengan penguasaan Ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Membuat tata ruang maritime yang jelas untuk menumbuhkan pengelolaan dan terciptanya kekuatan ekonomi maritim.

4. Mebangun system hukum maritim yang jelas maupun penegakan kedaulatan secara nyata dilaut.

Provinsi berbasis daratan : mempunyai cirri-ciri luas wilayah daratnya lebih dominan dan pendapatan masyarakat didominasi oleh sector daratannya.

Provinsi berbasis maritim : mempunyai cirri-ciri luas wilayah lautnya lebih luas dari daratannya dan pendapatan masyarakatnya didominasi oleh sector laut/maritimnya. (Maluku, Maluku utara, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara)

Deklarasi Ambon 10 Agustus 2005 oleh 7 provinsi kepulauan, “meminta perlakuan yang wajar dari pemerintah terhadap provinsi kepulauan yang memiliki karakteristik khsusus dan berbeda dengan provinsi lainnya di Indonesia. Deklarasi ini secara tegas menyatakan kehendaknya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat diprovinsi kepulauan dan tidak dimaksudkan untuk meminta otonomi khsusus. Tetapi hanya meminta perlakuan wajar pemerintah serta diwujudkannya melalui berbagai regulasi yang mengakui dan mengatur adanya perbedaan karakteristik wilayah kepulauan. Deklarasi ini juga seklaigus terbentuknya “ Forum Kerjasama Antara Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan”.

4 Oktober 2005, seluruh anggota Forum Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan melaporkan pembentukan forum tersebut kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Dokumen pertama forum ini, diberi nama “masalah-masalah mendasar yang dihadapi oleh provinsi kepulauan” dan dokumen tersebut disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri kahir bulan Okrober 2005.

15 Desember 2005, forum menyelenggarakan “Seminar Nasional Provinsi Kepulauan di Jakarta” dengan melibatkan unsure akademisi, pemerintah, LEMHANAS, DPR RI dan tokoh masyarakat.

21-22 April 2006, anggota forum bertemu di Pangkal Pinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dan telah berhasil merumuskan formula DAU (dana alokasi umum) yang dikenal dengan “Formula DAU Pangkal Pinang”. Yakni cara menghitung DAU dengan memperhitungkan luas wilayah laut. Formula DAu Pangkal Pinang kemudian telah disampaikan oleh forum pada pertemuannya dengan Panitia NAggaran DPR RI setelah terlebih dahulu menyampaikannya dalam rapat APPSI tanggal 22-24 Mei 2006 di Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat dan mendapat dukungan dari 33 provinsi sesuai dokumen.

September 2006, tjuh gubernur dan ketua DPRD provinsi kepulauan bertemu dengan Presiden Republik Indonesia di Batam serta mendapat dukungannya setelah mendengarkan dan menerima langsung pemikiran dari forum. Pikiran-pikiran yang disampaikan kepada Presiden terumus dalam dokumen yang diberi nama “Model Pembangunan Provinsi Kepulauan”.

Pada tanggal 14-16 Juni 2007 di Manado Provinsi Sulawesi Utara, dilaksanakannya Rapat kerja, sekaligus penyelenggaraan kegiatan Expo dan Pementasan Seni Budaya tujuh provinsi kepulauan. Rapat kerja tersebut mengahsilkan “Kesepakatan Manado” yang pada dasarnya mengkritisi metode penghitungan luas wilayah serta formulasi DAU yang dirasakan belum memenuhi rasa keadilan bagi provinsi-provinsi kepualuan dengan didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terakhir,pada bulan Januari 2009 telah dilaksanakannya Rapat Tahunan Tim Teknis tujuh provinsi kepulauan di ternate, Maluku Utara. Dalam pertemuan ini dihasilkan dua hal utama yaitu menubah nama “Forum Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Provinsi Kepualuan” menjadi “Badan Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Provinsi Kepualuan”. Serta menyepakati rumput laut sebagai komoditas unggulan yang akan dikembangkan secara bersama-sama.

Lima elemen utama kejayaan pembangunan maritime Indonesia, antara lain:

1. Wawasan kelautan.

2. Kedaulatan nyata dilaut.

3. Industri kelautan yang kuat.

4. Tata ruang kelautan yang benar.

5. Sistem hukum kelautan yang lengkap dan terpadu.

UU No.32 tahun 2004, tentang penentuan batas wilayah laut. UNCLOS 1982, UUD 1945 pasal 25 A.

Kamis, 26 November 2009

REVOLUSI KEPEMIMPINAN BIMA

“RekonSTruksi kepemimpinan Bima”

Antara menjadi pemimpin dan menjadi manusia baik sangat tipis perbedaannya. Kepemimpinan membutuhkan banyak bidang kompetensi dan kepedulian, selain sudah tercukupinya kebutuhan dasar. Menjadi manusia baik cukup dengan memiliki kebutuhan dasar dan kearifan untuk dirinya sendiri.
Pemimpin dari kata dasar pimpin, merupakan subyek aktif penentu sikap dan pikiran. Arti dasarnya nilai dan maknanya pun akan menunjukan subyek utama yang memiliki kemampuan lebih untuk meluangkan seluruh potensi dirinya. Segala kemampuan dan eksistensi personal ini merupakan sebuah karunia Allah SWT. Sebagaimana yang firman Tuhan dalam ayat Al-qur’an bahwa semua manusia diciptakan adalah Khalifah atau Pemimpin bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsanya demi mengemban amanat Tuhannya untuk kebaikan kehidupan dunia akhirat. Kenapa manusia ditunjuk oleh Tuhan sebagai pemimpin di dunia ini?? Dalam tulisan ini, penulis kira para pembaca mungkin sebagian besar dapat menjawab serta mengerti maksud manusia (khalifah) diciptakan di dunia ini. Namun melihat realita carut-marut kepemimpinan masyarakat saat ini, baiknya pertanyaan paling sederhana yang sangat urgen bagi kita, Seperti apa pemimpin itu? Bagaimana seharusnya pemimpin itu? Tentunya berbagai pertanyaan ini harus bisa dijawab oleh siapapun yang ingin menjadi pemimpin pengemban amanah masyarakat di era mendatang.
Dalam sejarah kepemimpinan bangsa kita meriwayatkan, Sungguh Banyak proses yang harus dilalui seseorang untuk menjadi pemimpin, seperti ancaman dibunuh, dipenjara, dianiaya, atau berhasil melawan pemerintah yang otoriter dan korup. Sebagaimana Bung Karno. Karena aktif pada pergerakan kemerdekaan Indonesia, dia dan kawan-kawannya pernah dipenjara penjajah kolonial Belanda. Oleh karena sikap dan pemikirannya yang anti kolonial inilah Bung Karno dan kawan-kawannya menjadi ancaman berbahaya yang dapat meruntuhkan kekuasaan Belanda. Melalui ide dan gagasan mereka dalam melakukan sebuah pergerakan perjuangan, Al-hasil pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia secara De facto mendeklarasikan kemerdekaannya dan berdirilah Indonesia sebagai Negara kesatuan republik yang pimpin oleh Bung karno.
Artinya, Seorang pemimpin harus mampu menyadarkan orang diluar diirinya (komunitas/masyarakat/atau bangsa) untuk memiliki kearifan (kepedulian) agar dapat sepakat mencapai tujuan bersama. Disini kita pahami, ontologi seorang pemimpin mampu memberikan solusi atas persoalan-persoalan masyarakat dan bangsanya. Berkerja tanpa pamrih, yang hanya mau berjuang dan berjuang, berkorban dan berkorban meluangkan semua kemampuan demi tercapainya amanat dan cita-cita masyarakat. Kehendak masyarakatlah yang ia elaborasi dan direkayasa sehingga menjadi sebuah konsep yang dapat diimplementasikan untuk membangun kesejahteraan publik. Konsekuensi dari tindakannya itu, menjadikan dirinya Natural Leader bagi masyarakat dan bangsanya.
Pemimpin yang murni lahir dari konsensus masyarakat diharapkan menjadi Konseptor ulung yang mampu menjawab berbagai persoalan. Baik buruknya tingkat kemakmuran masyarakat diberbagai sumber kehidupan sangatlah ditentukan seperti apa pemimpin dimasyarakat tersebut. Eksistensi pemimpin diberbagai bidang ilmu pengetahuan maupun agama ini dituntut harus dimiliki oleh pemimpin untuk saat ini dan di masa mendatang. Seperti yang tertuang dalam “Nggusu Waru” falsafah hidup masyarakat Bima mengenai syarat-syarat kepemimpinan yang memiliki sifat- dan karakteristik tertentu. Tulisan ini disadur oleh penulis dari sebuah buku karangan Intelektual dan sesepuh Bima di Jogja, Bapak KH. Abdul Malik Mahmud Hasan dengan judul “Ngusu Waru” Sebuah Kriteria Pemimpin Menurut Budaya Lokal Mbojo. Nggusu Waru atau yang dikenal juga dengan “Pote Waru”, menurut beliau (dalam Guru Melo: 2008:10) adalah delapan sifat/karakteristik yang kuat dalam diri seseorang pemimpin (dumudou, ama dou, amarasa) (bahasa Bima). “Nggusu waru” atau Delapan sifat/karakteristik itu sekaligus dapat dijadikan pedoman bagi seseorang yang ingin dan akan dipilih/dijadikan pemimpin, antara lain:
(Sa’orikaina) “dou maja labo dahu dinadai Ruma Allahu Ta’ala”. Artinya orang yang merasa malu dan takut kepada allah SWT. Takwa dalam artian hati-hati dan selektif dalam hidupnya. Ia tidak mau bersikap sembarangan. Karena ia yakin bahwa meskipun mata kepalanya tidak dapat melihat Allah, tapi mata hatinya yakin bahwa allah SWT pasti memperhatikan dia, sebagaimana dirumuskan dalam pengertian ihsan, yaitu: “hendaklah engkau menyembah allah, seakan-akan kau meliha-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka yakinlah bahwa allah pasti melihat engkau”. Jadi, kriteria yang satu ini mendasari sekaligus menjiwai ketujuh sifat yang lainnya. Sifat ma sabua ake, nakapisiku sifat ma pidumbua ma kalai ede.
(Dua orikaina) “ dou ma bae ade”. Artinya, orang yang Bijak dan arif serta memiliki kapasitas intelektual serta kepekaan jiwa (spiritual agama) yang mendalam. Secara rasional (lahiriyah) dan intuitif (Batiniyah) mampu mengontrol dirinya dari sifat yang tidak manusiawi.
(Tolu orikaina) “dou ma mbani labo disa”. Artinya orang yang memiliki sifat berani melakukan perubahan kearah yang lebih positif-konstruktif karena diyakini kebenarannya. Ia mampu bersikap tegas dalam mengambil segala keputusan yang menyangkut hal layak yang dipimpinnya yang ia yakin akan kebaikan dan kebenarannya.
(Upa orikaina), “dou ma lembo ade ro ma na’e sabar”. Artinya orang yang berjiwa besar , demokratis dan akomodatif yang mampu memenuhi kewajibannya sebagai seorang pemimpin dengan segala konskuensi logisnya. Dengan berkat kesabarannya ia tidak mudah goyah mengadapi segala rintangan. Dengan keteguhan dan kesabarannya ini, ia mampu mengatasi berbagai persoalan yang ada di tengah masyarakat.
(Lima orikaina), “dou ma ndinga nggahi rawi pahu”. Artinya, orang yang jujur. Orang yang satu kata dengan perbuatannya (tidak hipokrit).
(Ini orikaina), “dou ma taho hid’i” atau “londo dou ma taho”. Artinya, orang yang memiliki integritas kepribadian yang kokoh-kuat dan berwibawa. Aspek integritas kepribadian yang sidik (jujur), tidak bohong, amanah (dapat dipercaya), tidak khianat, tabaliq (transparan dan komunikatif) tidak sembunyi-sembunyi, serta fatonah (cerdas dan kreatif), tidak bohong/dungu, sedemikian rupa, sebagai pribadi manusia yang utuh.
(Pidu orikaina), “dou ma d’i woha dou”. Artinya, orang yang selalu merasa terpanggil untuk mengambil tanggung jawab, ditengah-tengah komunitasnya, baik ditingkat lokal, memiliki akses tingkat nasional, dan syukur-syukur di tingkat Internasional. Dan karenanya, ia selalu dekat di hati rakyat, ia selalu dicintai rakyatnya.
(Waru orikaina), “dou ma ntau ro wara”. Artinya, orang yang memiliki kekayaan (maksudnya, bukan hanya memiliki kekayaan bersifat materi-kebendaan saja, tetapi yang penting, kaya rokhani), sehingga tidak mudah tergoda oleh hal-hal yang bersifat materi.
Refleksi filosofis kepemimpinan ini, dapat kita jadikan referensi untuk memilih pemimpin yang memahami makna kepemimpinan yang sebenarnya hingga mampu menjawab kebutuhan kesejahteraan masyarakat. Baiknya bagi yang ingin menjadi seorang pemimpin masyarakat untuk berpedoman dari nilai kearifan lokal budaya dan agama. Karena dalam kondisi kehidupan kita sekarang ini, amatlah jarang kita melihat adanya personalitas figur pemimpin yang memiliki karakter seperti itu.
Saatnya kita merubah pandangan dunia sampai hari ini yang masih saja terfokus pada fenomena dari banyaknya orang yang memperebutkan jabatan menjadi seorang pemimpin. Artinya, makna seorang pemimpin adalah orang yang Watak pemberani dan tak kenal ragu, Memimpin dari depan tanpa meninggalkan pendukung, Pemimpin mengembala dari belakang, Mengundurkan diri jika tidak mampu dan kehilangan peluang untuk memimpin. Secara Substansinya pemimpin itu, sanggup mengorbankan banyak waktu , tenaga dan pikiran maupun segala kemampuan yang ada dalam dirinya demi mengantarkan masyarakat ke depan pintu kemerdekaan dan kesejahteraan yang sebenarnya. Bagaimana dengan Pemimpin Bima ke depan??Diri dan jiwa kita semua yang menentukannya. Wallahu allam bisshawab








Rabu, 03 Juni 2009

Visi Nasional Pemuda Pemuda Indonesia Kebangkitan Nasional

Visi Nasional Pemuda
Pemuda Indonesia Kebangkitan Nasional
(PIKN)

“…Pekerjaan kita sekarang tidak menghadapi masa romantik, tapi prosa yang di sana – sini ada juga puisinya. Untuk itu perlu menyusun, membanting tenaga, sedangkan hasilnya tidak akan diperoleh sekaligus, ia akan diperoleh berangsur-angsur….”
(Muhammad Hatta: 1950)

Keberadaan Pemuda Indonesia Kebangkitan Nasional tidak terlepas dari berbagai latar belakang persoalan dan masalah kebangsaan. Seperti halnya suatu momen sejarah Kebangkitan Nasional merupakan refleksi dalam menjawab permasalahan bangsa dan negara ini. Lahir dan terbentuknya wadah bagi komponen pemuda, yang termediasi dalam Pemuda Indonesia Kebangkitan Nasional (PIKN) memiliki satu tekad yang bulat secara kolektif dengan mengajak seluruh komponen pemuda Indonesia untuk memperbaiki bangsa ini. Hal ini tentunya dimaksudkan untuk mendapatkan formulasi kesepahaman gerakan kolektif yang pas dan sesuai kebutuhan cita-cita generasi pendiri negeri ini (para bung) dengan visi keIndoensiaan yang merdeka, bersatu dan berdaulat. serta tujuan berdirinya Negara dan bangsa sebagaimana termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945. Patutlah Keberadaan PIKN sebagai pemuda (para bung millennium) dengan komposisi etnis yang beragam, bahasa ibu yang berbeda, agama yang berlainan diseluruh penjuru nusantara, rasanya mencoba untuk mampu menampung seluruh perbedaan itu dalam suatu wadah kebersamaan dengan gagasan dan ide-ide segarnya demi tercapainya cita-cita keIndonesiaan kita.

Hormat Pemuda kepada Para “Bung”,
Para pendiri Negara ini berjuang dengan visi dan cita-cita keIndonesiaan yang merdeka, bersatu dan berdaulat dalam kebhinekaan. Kesadaran meng-Indonesia yang tumbuh di jiwa dan sanubari serta pemikiran mereka itu prihatin melihat situasi dan kondisi Indonesia pada dekade pertama dan kedua tahun 1900-an. Kegelisahan mereka para bung:mengapa bangsa ini terus berada dalam cegkeraman penjajah?Jawabannya adalah tidak adanya persatuan, tidak dididik, tidak mempunyai kesadaran bahwa mempunyai tanah air yang satu, karena mereka miskin dan sengaja dibuat miskin oleh kolonialisme dan imperialisme, mereka tidak menyadari harga diri sebagai bangsa dan memang dibuat tetap merasa diri rendah dan menjadi budak dinegeri sendiri, inlander. Oleh karena itu, para bung (pemuda) memperjuangkan kesadaran keIndonesiaannya yang kuat dan bersatu. Formulasi dan solusi dari situasi ini adalah perlunya pergerakan pemuda kearah keIndonesiaan yang bersatu, kepencapaian kemerdekaan demi hidup yang lebih layak dan sempurna sebagai manusia.

Secara Kodrati, Pemuda merupakan pewaris masa depan bangsa. Namun sejauh ini belum memberikan peran dan kontribusi yang signifikan bagi bangsa dan negara. Persoalan-persoalan yang muncul dalam kehidupan berbangsa disikapi pemuda dengan aksi-aksi yang seringkali bersifat parsial bagi penyelesaian persoalan itu sendiri. Di sisi lain peran pemuda juga masih di pandang sebelah mata saat ini, padahal pemuda mampu berkontribusi lebih secara solutif dan real.
Gerakan-gerakan pemuda yang muncul mulai dari Budi Utomo (1908) hingga pergerakan pemuda saat ini, yang terpresentasi dalam gerakan mahasiswa terus mengalami “metamorfosis” dalam rangka melakukan identifikasi diri dan aktualisasi diri. Landasan ideologis pemuda dan kemampuan nyata pemuda saat ini adalah dua hal yang harus dipenuhi pemuda “patriotik” sebagai sikap mental pemuda dan kompetensi sebagai keahlian yang dimilikinya dalam merespon persoalan dan memberikan alternatif solusi yang tepat.
Dengan meniliki ulang kontribusi pemuda dan merekonstruksi kembali strategi-strateginya diharapkan pemuda bisa lebih signifikan dalam berkontribusi bagi bangsa dan negaranya. Semangat patriotik sebagai landasan dan kompetensi sebagai “alat” akan dapat mendorong pengoptimalan sumber daya yang ada. Sumber daya alam yang begitu luar biasa di Indonesia seharusnya bisa menjadi kunci bagi pemerataan pembangunan dan kemandirian bangsa. Disinilah pemuda sebagai kunci penggerak, pioner alternatif dalam melakukan progresifitas pembangunan kesejahteraan masyarakat melalui daerah menuju kejayaan masa depan negeri.
Semangat patriotik sebagai landasan dan kompetensi sebagai “alat” dapat mendorong optimalisasi sumber daya yang ada. Sumber daya alam yang begitu luar biasa di Indonesia seharusnya bisa menjadi kunci utama kesuksesan bagi peningkatan serta pemerataan pembangunan dan kemandirian bangsa. Disinilah pemuda sebagai agen perubahan, kunci penggerak, pioner alternatif dalam melakukan progresifitas pembangunan kesejahteraan masyarakat di daerah dan kejayaan bagi bangsa ini.
Saat ini pemuda berdiri ditengah sebuah babakan sejarah, pada menjelang perayaan HUT RI ke-63 tahun (1945-2008), dalam suasana 100 Tahun Kebangkitan Nasional (1908-2008) dan 10 Tahun Reformasi (1998-2008) adalah momentum paling berharga dan penting bagi pemuda untuk mengawal upaya-upaya perbaikan bangsa dan negara dengan mereview kontribusinya, menstrategikan arah geraknya, bersama berbagai upaya penguatan kapasitas dan kompetensi daerah untuk pemerataan pembangunan daerah se-Nusantara.
Secara faktual Berdasarkan paparan diatas, maka salah satu kami komponen pemuda, yang termediasi dalam Pemuda Indonesia Kebangkitan Nasional (PIKN) memiliki satu tekad yang bulat secara kolektif dengan mengajak seluruh komponen pemuda Indonesia untuk memperbaiki bangsa ini. Dengan semangat ‘patriotik’ yang kami miliki, serta gagasan dan ide-ide segar secara kolektif untuk merajut potensi-potensi lokal demi kejayaan Nusantara. Maka disepakati bersama-sama untuk menyelenggararakan Seminar dan Lokakarya Nusantara mengangkat tema “Menggali serta Mengembangkan Potensi Lokal untuk Kejayaan Masa Depan Nusantara”. Tidak ada jalan lain untuk memajukan negara dan mensejahterakan rakyat Indonesia kecuali dengan mengembangankan dan memajukan daerah.

Uraian diatas, menunjukan sejarah singkat betapa PIKN lahir lewat perjuangan pemuda-pemuda nusantara yang penuh jalan berlubang. Pada tiga momentum nasional itu juga dipenuhi oleh tumpukan persoalan-persoalan kepemudaan, kedaerahan, kebangsaan Indonesia yang desktrutif hanya karena atas perbedaan kepentingan dan pendapat. Sudah saatnya kita berpikir bahwa perbedaan adalah sesuatu yang benar-benar bagian dari sebuah bangsa yang majemuk, sehingga patutlah perbedaan itu ditampung dan dirangkaikan dalam sebuah media aktualisasi bersama pemuda nusantara dalam capaian-capaian ide dan gagasan baru bagi pembangunan daerah dan nusantara.
Dengan segala keterbatasannya, PIKN mencoba menunjukan untuk terus memberikan sedikit ide dan gagasannya yang terimplementasikan dalam sebuah kegiatan. Hal ini menunjukan betapa perlunya dukungan dan kerja keras teman-teman pemuda nusantara yang terstruktur dalam organ ini. Inovasi dan kreatifitas seutuhnya menjadi kebutuhan pokok pemuda sebagai agen dan pelopor perubahan daerah bagi bangsa dan negara saat ini dan dimasa mendatang.
Bangsa ini sudah terlalu lelah dengan pertikaian yang disertai kekerasan, termasuk penggunaan jalan kekerasan dan pendekaan keamanan sebagai jalan keluar. Sebagai bangsa beradab, Indoensia sesungguhnya memilki banyak potensi sosio-kultural untuk lebih menonjolkan perdamaian bagi bangsa secara keseluruhan.
Atas dasar itu pulalah PIKN mengambil posisi sebagai jembatan perajut perdamaian, perajut ide dan gagasan serta formulasi yang solutif bagi pengembangan dan kebangkitan daerah menuju kebangkitan nasional dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan semangat pemuda-pemuda nusantara Merajut Potensi Untuk Kejayaan Negeri, terdapat ruang untuk bergerak, berjuang, dan berbuat untuk keberlangsungan kehidupan Negeri tercinta.

Harapan yang lebih besar di masa depan adalah bagaimana terpenuhinya Kebangkitan daerah, khususnya masyarakat di berbagai daerah. Suatu ekpektasi yang dinanti-nantikan oleh seluruh stakeholder didaerah kita, yang tentunya perwujudan kesejahteraan dan kemajuannya adalah tangggung jawab bersama. Sejatinya, semua itu berada pada kemauan dan kerja keras tangan pemuda Indonesia sebagai agen pelopor perubahan negeri.
Bangkit Pemuda Bangkit Negeriku.

Kamis, 19 Februari 2009

AMDAL” Antara Lingkungan Versus Pembangunan”

Seiring dengan Era kemajuan pembangunan di segala bidang, banyak menyisakan bencana kerusakan lingkungan yang mencengangkan bumi pertiwi ini. Seperti halnya dengan polusi dan kerusakan lingkungan di perkotaan dan pedesaan saat ini. Banjir, tanah longsor, erosi, pencemaran air, udara, dan berbagai kerusakan lainnya merupakan satu mata rantai yang dapat meruntuhkan keberlangsungan kehidupan manusia seutuhnya. Perubahan iklim lingkungan tersebut sangat terkait dengan menipisnya kesadaran dan kepedulian terhadap dampak negatif aktifitas manusia dan pembangunan yang semakin meningkat.


Akibatnya, meski telah dilakukan pola penanganan dampak dengan program AMDAL itu hanya sebatas pada dimensi prosedural belaka. Contoh nyatanya dan paling tragis adalah kasus lumpur Lapindo di Surabaya yang sampai saat ini belum tuntas. Tidak adanya keseriusan secara utuh bahwa institusi Negara maupun swasta yang menyelenggarakan pembangunan fisik seharusnya sadar dan penuh tanggung jawab terhadap konsekuensi logis akibat dari keberlanjutan aktifitas ekonomi tersebut. Kondisi ini, saya kira akan menjadi permasalahan serius bagi perwujudan keberhasilan penanganan dampak lingkungan kalau terus dibiarkan.


Indikator dari kondisi tersebut berawal dari kurang jelasnya konsep dan sinergisitas antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan swasta sebagai media pelaksana proyek dalam merumuskan kebijakan mengenai pengelolaan lingkungan. Di lain hal faktor keikutsertaan seluruh stakeholder dalam proses penanganan dampak negatif maupun positif penyelenggaraan pembangunan tumpuan utamanya adalah masyarakat. Karena wujud dari tujuan pembangunan itu sendiri semata-mata demi kepentingan masyarakat luas.


Selama ini, Partisipasi masyarakat dalam pembangunan sering dikesampingkan. Imbasnya berujung pada penanganan dampak lingkungan dari sebuah pembangunan infrastruktur, supra struktur. Dimana kepercayaan tingkat elit pemerintah hanya melibatkan kaum pemodal (swasta) mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasannya yang kurang efektif dan tidak efisien. Artinya kesatuan hidup masyarakat dan lingkungannya seharusnya menjadi bagian terpenting subjek dari orientasi pembangunan sama sekali tidak mendapat posisi yang jelas.


Alhasil, dualisme tujuan antara pembangunan yang berwawasan manusia serta lingkungan hidupnya dan pembangunan yang berorientasi fisik dan ekonomi pasar. Ini menyebabkan realisasi penerapan AMDAL pada proyek pembangunan bersifat setengah hati dan tidak berpihak pada masyarakat dan lingkungan. Realitas sosial saat ini, banyaknya program AMDAL pemerintah melalui instansi-instansinya di seluruh Indonesia terkesan tidak sinergis dan koordinatif dengan kondisi riil di lapangan. Apalagi saat ini pemerintah menerbitkan 9.000 dokumen mengenai analisis dampak lingkungan yang mungkin masih dipertanyakan tentang dokumen-dokumen itu, apakah muncul dari hasil identifkasi, observasi maupun elaborasi yang kritis. Malahan makin diragukan tahap implementasinya bisa terealisasi dengan baik. Bias permasalahan mengenai arti dampak sosial pembangunan dapat memperparah kesatuan manusia dan lingkungan hidup sekitarnya. Artinya pembangunan keberlanjutan jangan sampai menistakan dampak sosial, kesehatan, dampak positif, dampak negatif yang secara fisik dan naluriah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan alam Nusantara.


Seharusnya pemerintah tidak ahistoris dan parsial dalam menanggapi permasalahan ini. Sebagaimana diketahui, pelaksanaan AMDAL di Indonesia telah dimulai jauh lebih awal daripada undang-undang dan peraturan pemerintah, terutama dalam hal proyek-proyek pembangunan pemerintah maupun swasta yang menerima bantuan dari badan luar negeri yang mengaitkan pemberian bantuan itu perlu diimbanginya dengan AMDAL yang diberi bantuan untuk proyek tersebut.


Berdasarkan asas manfaatnya, sejatinya AMDAL bukanlah dijadikan buku resep (cook-book) yang dapat digunakan begitu saja secara tidak kritis. Cara penggunaan AMDAL secara prinsip sangat berbeda untuk jenis proyek dan lingkungan yang berbeda-beda pula. Usaha penyeragaman itu merupakan sebuah kelemahan yang sangat serius karena banyak AMDAL mengandung data yang tidak relevan dengan proyek yang sedang diteliti sehingga AMDAL itu tidak banyak berguna. Seharusnya AMDAL disesuaikan dengan jenis proyek pembangunan dan lingkungan yang telah ditelaah, karena jelas tidak ada dua proyek pembangunan dan lingkungan yang mempunyai sifat yang sama. Misalnya tidak ada dua bangunan gedung atau dua ruang bangunan rumah yang mempunyai sifat yang sama. Demikian pula tidak ada dua lingkungan yang identik sama. Masalah lingkungan bendungan di Jakarta juga dan pasti akan berbeda dari masalah lingkungan bendungan di Surabaya atau NTB. Bahkan dua bendungan yang di sungai yang sama, misalnya Bengawan Solo atau di kali Code mempunyai masalah lingkungan yang sangat terbatas. Identifikasi dan Evaluasi dampak lingkungan yang hanya bersifat tidak kritis dan cenderung subjektif membuat masalah lebih kompleks, oleh karena itu pelaksanaan AMDAL haruslah dilakukan secara kritis, baik menggunakan ilmu pengetahuan yang bersifat objektif maupun dengan pertimbangan yang bersifat subjektif kritis namun harus dilakukan secara rasional.


Artinya pemerintah harus serius serta tanggap untuk tidak menghalalkan persoalan kerusakan lingkungan makin kompleks. Solusi riilnya, tentu yang utama dan terpenting adalah kemauan baik pemerintah untuk betul-betul memahami akar persoalan ini dengan sepenuhnya melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Seiring dengan ruang partisipasi yang terbuka lebar maka pemerintah dapat mengeluarkan aturan ataupun regulasi yang tegas untuk menjelaskan pentingnya AMDAL bagi masyarakat dan lingkungannya. Sosialisasi dan publikasi mengenai peran dan fungsi aturan itu dapat terbangun dengan sendirinya. Dalam arti koordinasi, pengawasan serta proses pengkawalan akan terus berlangsung sampai pada tataran implementasinya. Misalnya melibatkan masyarakat, akademisi, swasta, pemerhati lingkungan, LSM, pers, ormas, organ kepemudaan, organ mahasiswa dan BEM, melalui seminar dan lokakarya mengenai kerusakan lingkungan ataupun keutamaan AMDAL. Dengan metode seperti ini, sinergisitas dan koordinasi antara pemerintah dengan seluruh stakeholder lebih-lebih swasta (pengusaha) sebagai kelompok berkepentingan dapat membawa angin segar terciptanya pemahaman, kepedulian, kesadaran bahwa pembangunan haruslah berwawasan lingkungan dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Pada akhirnya, gerakan bersama bangsa ini dapat mewujudkan proyek pembangunan di seluruh nusantara ini yang ramah dan tidak merugikan masyarakat, hingga secepatnya tercapai kesejahteraan rakyat, flora fauna, dan nilai estetika alam.


Semoga usaha penanggulangan serta penanganan kerusakan lingkungan adalah babak baru peningkatan kualitas hidup alam bagi pembangunan kesejahteraan hidup rakyat Indonesia.